Home Top Ad

Responsive Ads Here

“Kebakaraaaaaaaaan!!! Kebakaraaaaaaaan!!! Kebakaraaaaaaaaaan!!! Kebakaraaaaaaaaan!!!” Baru saja aku turun dari angkot diperempatan, ...

Sebuah Rahasia [Eps 1]


“Kebakaraaaaaaaaan!!! Kebakaraaaaaaaan!!! Kebakaraaaaaaaaaan!!! Kebakaraaaaaaaaan!!!”
Baru saja aku turun dari angkot diperempatan, dan berjalan menuju kompleks perumahan aku tinggal, dengan tenaga yang tersisa, karna aku memang belum makan siang,siang ini. Biasanya aku makan siang dirumah sepulang sekolah, itu sudah menjadi kebiasaanku karena selain lebih enak makan masakan ibu, aku juga bisa menghemat uang jajan, dan bisa menabung. Samar-samar aku seperti mendengar suara orang berteriak kebakaran. Semakin mendekati rumah tempat aku tinggal, aku melihat banyak orang berkerumun, dan warga sekitar berlarian membawa selang dan ember isi air. Tak lama kemudian, bunyi sirine pemadam kebakaran, dan mobil pemadam itu melewatiku dengan sangat cepat. Aku semakin bertanya dalam hati, kebakaran? Dimana? Apa rumah tetangga sekitar rumah? Semakin aku mempercepat jalanku karena penasaran. Baru beberapa langkah, tiba-tiba aku bertemu bude ratna. Dia tetangga rumahku yang tinggal disebrang jalan depan rumahku, dia menghampiriku dengan sangat panik. 

“Anggaaaaa,anggaaaaa, rumah kamuuuu,ibu kamuuuuu” dia berteriak dari kejauhan.
“hah? Rumah? Ibu? Ibu kenapa?rumah kenapa? Hatiku berkecamuk, aku panik.apa sebenarnya yang terjadi?
“Bude,kenapa bude....” Aku bertanya pada bude ratna setelah aku berlari mendekatinya.
“Rumah kamu ngga, rumah kamu kebakaran, ibu kamu terjebak didalam, dan sekarang warga lagi berusaha menolongnya” bude ratna menceritakannya dengan nafas ngos-ngosan.
“Apa?????? Ibuuuuuuuuuukkkk” Aku berteriak sambil berlari sekencang-kencangnya.

Aku melihat sebagian rumahku sudah hangus, api memang sudah tidak terlalu berkobar karena pertolongan warga sekitar dan pemadam kebakaran. Pakde jarot suami bude ratna, Om idrus dan beberapa warga menggotong seorang wanita dari dalam rumah dan dimasukkan dalam mobil om idrus.

“Ibuk?Ibuuuuuukkkkkkk... Aku mendekati mobil itu dan om idrus langsung menyuruhku masuk dlm mobil mewah itu.
“Tenang ngga,tenang,ibu kamu tidak akan kenapa-kenapa. Kita akan membawanya keRumah Sakit” Om idrus mencoba menenangkanku yang sedang menangis disamping ibuku yang tak sadarkan diri.

Sampai dirumah sakit, ibu langsung ditangani oleh dokter diUGD. Aku masih menangis terisak menunggu dokter keluar. Bude ratna merangkulku dan mencoba menenangkanku. Tak lama kemudian tante dian sama kak dion datang, mereka terlihat panik seperti yang lain. Tante dian adalah istri om idrus, sedangkan kak dion adalah anak semata wayang mereka. Mereka tinggal dirumah mewah samping rumahku. Mereka adalah keluarga yang paling kaya dikompleks perumahanku karena bisnis om idrus yang sukses dibeberapa kota besar diindonesia. Tante dian menghampiriku dan mengelus rambutku sambil berkata agar aku tenang, sementara kak dion hanya berdiri mematung berjejer dengan pakde jarot dan om idrus. Mereka dan warga kompleks perumahanku memang cukup perhatian dengan ku dan ibuku. Mereka sangat segan dengan keluarga kami dari dulu, sejak almarhum ayahku masih ada, mereka sangat hormat dan segan dengan keluargaku karena sikap ayah dan ibu yang sangat ramah,dan selalu baik terhadap tetangga. Ayahku dulu kerja sebagai manager disebuah bank, sedangkan ibuku adalah seorang guru SD. Dan aku adalah anak satu-satunya mereka. Namaku ANGGA PRADITA, aku sekarang masih kelas 9 diSMP favorite kota budaya ini. Dulu kehidupan kami sangat bahagia, tanpa ada kekurangan apapun. Bisa dibilang keluarga yang sakinah mawadah warohmah. Tetangga sekitar kompleks sangat mengidolakan kehidupan kami, mereka bilang sangat iri melihatnya,dan ingin menirunya. Sering mereka bertanya pada ibu apa resepnya ketika sedang ada arisan atau acara ngumpul lainnya. Ayahku sebenarnya sudah cukup sibuk dengan pekerjaannya, tapi beliau bersedia ketika dipilih menjadi ketua RT, beliau bilang pekerjaan seperti itu adalah bentuk  pengapdian pada masyarakat,meski hanya sebatas RT. Sikap ramah,baik dan memasyarakat itulah yang disenangi oleh warga kompleks.
***
<<Flash Back>>
Kebahagian itu tiba-tiba berubah.Bermula dari sore yang basah. Basah karena hujan deras, dan air mata. Aku masi kelas 2 SD kala itu. Aku sedang dirumah menonton VCD kartun Let’s & Go kesukaanku. Ibu mondar mandir didepan pintu menunggu ayah, ia kawatir karena hujan semakin deras dan petir semakin gahar dengan suara yang menggelegar. Tiba-tiba telfon berdering,dan ibu mengangkatnya.

“Hallo,assalamualaikum... oh ayah,udah sampai mana? Kan bisa besuk aja yah, ini angga juga uda lupa kayaknya... yaudah cepetan pulang ya,hujannya semakin deras,aku jadi gak tenang dirumah sama angga... walaikumsallam” ibu menutup telfonnnya.
“Ayah ya buk? Ayah bilang apa, Mobil tamiya yang ayah janjiin uda dibeliin belum?”
“Ah,kamu ini inget aja kalo dijanjiin ayahmu. Iya sekarang lagi mampir ketoko mainan buat beliin mobil tamiya nya.”
“Asiiiiiiiik, gak sia-sia deh aku belajar biar naik kelas dengan peringkat satu” aku lompat-lompat kegirangan.
“Yaudah, tapi janji nanti gak boleh main mulu ya,belajar itu nomer satu” ibu menceramahiku.
“Iya ibu periiiii..haha” aku berlari kembali kedepan TV, sedangkan ibu kedapur membuat teh.
Pyaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrr!!!!! Terdengar suara sesuatu jatuh dari dapur.
“Astaughfirullah, ada apa ini,semoga bukan firasat buruk” teriak ibu sambil membereskan pecahan gelas yang tadi jatuh.

Aku dan ibu menunggu ayah diruang tamu, sampai adzan maghrib berkumandang belum juga pulang. Aku ketiduran dipangkuan ibu, hingga ahirnya ia membangunkanku untuk sholat maghrib. Selesai sholat, aku duduk dimeja belajarku dan membuka buku pelajaran.Ditengah sedang belajar, aku mendengar ibu teriak dari luar dan membuatku penasaran,dan ahirnya aku lari keluar kamar.

“Tidaaaaakkkkk!!! Tidakkkkk mungkiiiiiiiiiin!!!!!” ibu teriak sambil menangis dan memegangi telfon.
Ibu tiba-tiba memelukku erat sekali, aku bertanya padanya apa yang terjadi,telfon dari siapa, namun ibu tidak menjawab, ia hanya menangis sambil memelukku. Aku yang tidak tahu apa-apa ikutan menangis. Ibu menelfon taxi, dan tak lama kemudian taxi datang, dan ibu membawaku kerumah sakit. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku hanya bisa bertanya dalam hati. Setibanya dirumah sakit ibu langsung berlari menuju kamar yang berada diujung lorong. Disana sudah ada om edo dan beberapa teman sekantor ayah. Om edo langsung menghampiri kami.

“Mbakyu sabar ya, tenang mbakyu, semua sudah kehendak yang diatas” om edo menghentikan langkah ibu.
“Aku ingin melihatnya dik, titip angga dulu sebentar ya”  jawab ibu sambil menyerahkanku ke om edo dalam gendongannya.

Om edo menggendongku,dan mengajak aku jalan-jalan keliling rumah sakit. Aku tidak tahu apa maksudnya, seperti ada sesuatu yang tidak boleh aku tahu. Sesuatu yang tidak boleh kulihat didalam ruangan itu. Aku tidak tahu kapan aku tidur, namun ketika aku bangun, aku sudah ada dikamarku. Sudah pagi ternyata. Suara gaduh terdengar diluar. Seperti orang sedang ada hajatan,namun bukan suara musik yang aku dengar,namun seperti suara orang mengaji. Tante dian masuk kamarku, dengan baju serba hitam. Ia senyum kepadaku dan menghampiriku.

“Eh,dik angga sudah bangun,mandi dulu yuk,biar tante yang mandiin” kata tante dian sambil mendekatiku dan membuka bajuku.
“Ibu kemana tante? Ayah belum pulang ya? Kuq tumben tante dian maen kerumah pagi-pagi? Itu suara apa sih tante? Ini jam berapa? Aku telat sekolah gak? Aku melemparkan banyak pertanyaan pada tante dian.
“Kamu gak usah sekolah dulu ya, nanti main sama kak dion aja dirumah tante, itu udah dibeliin mobil tamiya sama ayahmu”jawab tante dian sambil matanya berkaca-kaca.
“Asikkkkkkkkk” jawabku dengan girang dan polos.

Tante dian selesai memandikanku dan memakaikan baju aku, dia menggendongku keluar, diruang tamu aku melihat ibu menangis dipelukan bude ratna dan duduk ditikar bawah. Ibu langsung menoleh kearah kami dan menghampiriku yang sedang dalam gendongan tante dian.

“Angga, hari ini main dulu kerumah kak dion ya, ini mobil tamiya yang dibeliin ayah kamu maiinin sama kak dion, nanti ibu jemput ya, kalau acara arisannya udah selesai” Ibu memberikan kotak mainan mobil tamiya dan menciumku.
“Iya buk” aku Cuma bisa mengangguk meski sebenarnya dalam hati banyak pertannyaan yang aku ingin tanyakan. Ayah dimana? Kenapa arisannya sama bapak-bapak juga? Kenapa sampai banyak kursi diluar?

Tante dian membawaku melewati bapak-bapak yang ada diluar untuk menuju rumahnya yang ada disamping rumah. Beberapa orang menyapa dengan senyum dan tampak memberikan perhatian padaku.

“Wah,dik angga punya mobil baru,siapa yang beliin?”
“Eh,dik angga mo main kemana?”
Sebagian pertanyaan yang aku dengar,dan aku jawab dengan seadanya.
Aku sampai dirumah tante dian yang cukup besar dibanding rumah lainnya yang ada dikompleks.
“Nah,itu kak dion lagi nonton TV. Angga sama kak dion dulu ya, tante arisan dulu” kata tante dian sambil menurunkanku.
“Iya tante. Kak dion.....” aku menghampiri kak dion.
“Aku punya mobil tamiya baru loh,baru dibeliin sama ayah kemarin” sambungku
“Oh ya?sini, kita rakit... nanti coba diadu sama tamiyaku ya” jawab kak dion
“Kak dion kuq gak sekolah juga?” tanyaku sambil mengulurkan kotak tamiya ku untuk dirakit.
“Engga, mamah bilang suru nemenin kamu main dulu” jawab kak dion

Kak dion ini 3 tahun lebih tua dariku, dia sering mengajakku main,dan keluarga kita memang cukup dekat karena rumah kami juga bersandingan.

“Eh kak,masa arisannya aneh banget,,, pake sragam item-item gitu,terus bapak-bapak ikutan juga” ceritaku
“hah? Arisan? Owh,iya arisan.... trend baru kali dek” jawab kak dion seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

WiiiiuuuuuuWWWw WWWiiiiiiuuuuwwwwwwWW WWWiiiiiiuuuuWwwwW
Suara sirine ambulan terdengar,sepertinya berhenti didepan rumahku.namun tetap saja aku sama kak dion sibuk main.
Kak dion mengajakku kemeja makan untuk sarapan, tante dian sudah menyiapkannya tadi pagi, setelah sarapan, dan main sampai siang, aku dan kak dion ketiduran didepan TV.Sore itu aku dijemput ibu dirumah tante dian, baru saja aku buka mata,aku langsung menanyakan sesuatu yang membuat ibu tiba-tiba meneteskan air mata.

“Ibu, ayah mana? Tadi dia nemenin aku tidur disini, terus dia bilang aku gak boleh nakal, suruh jaga ibu, terus dia pergi sama dua orang om-om yang ganteng-ganteng, pakai baju putih semua. Katanya ayah mau pergi sebentar,angga gak boleh ikut. Memangnya ayah sama temen-temannya pergi kemana sih bu?” aku menceritakan mimpiku pada ibu dengan sangat detail.
“Angga, ayah pergi kesurga. Nanti,kita juga akan menyusulnya. Tapi nanti kalau kamu sudah besar, kamu akan ngerti..” ibu menjawab sambil mengusap air matanya.
“Emang surga dimana buk?kuq ibuk menangis?”
“Nanti kamu juga tau ngga,sekarang kita pulang yuk, pamit dulu sama tante dian,om idrus, sama kak dion” ibu mengajakku untuk pulang.
“Tante dian,om idrus, kak dion, angga pulang dulu ya” aku pamit sama mereka sambil mencium tangannya.
“Iya jagoan... jangan lupa jaga ibu kamu ya, sperti yang sudah dibilang sama ayah kamu” om idrus menjawab sambil mengusap rambutku.
“Dik fatma, yang sabar ya, semua pasti ada hikmahnya. Kamu gak sendiri, kami akan selalu siap membantu dik kalu ada apa-apa” Sambung om idrus ke ibu
“Iya mas, anggap saja kita ini keluarga dekat” timpal tante dian.
“Makasih mas,mba, maaf kalau saya sudah merepotkan,kami pulang dulu ya” jawab ibu sambil menggendongku pulang.

Hari demi hari terlewati. Aku dan ibuku menjalani hidup berdua dirumah ini dengan suka dan dukanya. Terkadang disekolah aku juga selalu diolok-olok oleh teman-temanku,katanya aku tidak punya ayah. Sakit rasanya kalau mendengar itu. Tapi aku selalu menjawabnya dengan suara yang lantang dan tegas, kalau aku punya ayah, namun ia disurga. Setidaknya itu yang dikatakan ibu kalau aku pulang dengan tangisan setelah diolok-olok oleh beberapa temanku. Itu yang membuatku selalu tenang. Perhatian ibu yang begitu besar,ditambah tetangga sekitar yang juga selalu memberikan perhatian padaku seperti anak mereka sendiri.

“Angga, nanti aku kerumahmu ya, ajarin tugas Matematika, sekalian belajar buat nyiapin UAN bulan depan” Kata Arin, sambil berjalan menuju rumah sepulang sekolah.
“Iya ngga, aku juga ya, pokoknya kamu harus jadi guru privat kami, sampai UAN nanti” Timpal Risky
“Wani piro????hahaha” Jawabku sekenanya
“Yeeeeeeeee!!!hahaha” Jawab arin dan risky dengan kompak.

Arin dan Risky adalah teman-teman baikku. Mereka baik sekali,beda dengan teman-teman yang suka mengolok-ngolokku. Arin temen cewek yang tomboi, blak-blakan dan berprestasi dalam olah raga. Dia atlet karate yang sudah banyak mendapat medali dan ia pajang dikamarnya. Sementara Risky, teman cowok yang baik,agak pendiam dan suka dengan seni. Dia beberapa kali menang lomba lukis, dan beberapa kali menang dalam lomba puisi. Sedangkan aku, hehe siswa paling pintar dong, selalu peringkat satu, dan sering menang lomba olimpiade matematika, makanya teman-temanku selalu minta tolong diajarkan soal matematika. Apalagi profesi ibuku yang juga seorang guru, makanya mereka suka main kerumah untuk belajar bersama.

UAN terlewati, dan kami lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Gak sia-sia usaha kami belajar bersama dirumahku tiap weekend. Kebetulan atau memang jodoh, kami sama-sama diterima di SMP favorite dan selalu satu kelas sampai kelas 3 atau kelas IX. Kemanapun dan dimanapun kami selalu bersama, banyak teman yang lain menyebut kami dengan sebutan Trio Wok Wok. Hahaha ada-ada aja. Mereka bilang kalau trio wek wek itu 2 cewek 1 cowok, sedangkan kami 2 cowok 1 cewek, makanya jadi trio wok wok... hehe

“Angga, kamu mau makan apa? Biar aku yang ambilin” Kata arin dengan sangat perhatian setiba dikantin sekolah.
“Ciyeeeee ciyeeee, angga doang nih yang mau diambilin, aku engga!huhu pilih kasih. Kayaknya ada yang sahabat jadi cinta nih...hihi” Goda risky
“Yeeeee apaan sih ky, huhuu ambil sendiri sono” Jawab arin dengan muka yang sedikit memerah.
“Apa-apaan sih kalian, udah rin gak usa, aku gak makan kuq, aku pesen minum aja. Aku kan uda bilang lagi nabung,buat beliin kado buat ulang tahun ibu nanti” jawabku
“Oh,yaudah deh. Eh nyet, kamu aja sono, yang pesen makan, sekalian bawain buat aku! bakso satu ya sayangggggg” Kata arin sambil goda risky dengan nyolek dagu risky.
“Yeeeee sayang pala lu peyang!” Jawab risky sambil berlalu untuk pesan makan.

Jam sekolah selesai, aku langsung merapikan alat tulisku dan aku masukkan dalam tas. Aku bergegas keluar sekolah menunggu angkot. Tak seperti biasanya siang itu, aku biasa pulang bersama arin dan risky dengan mobil jemputan risky. Tapi hari ini aku sudah bilang pada mereka,aku ingin mampir ketoko emas untuk membeli kalung sebagai kado ulang tahun ibuku. Sampai ditoko emas, aku langsung menunjuk kalung yang memang sudah ingin beli sebelumnya. Ternyata kalung itu masih ada. Syukurlah... kalung berleontin hati. Pasti ibu akan suka. Aku menunggu angkot dan ingin buru-buru pulang. Aku tidak tau kenapa, tapi siang itu aku merasa ada sesuatu, badanku juga terasa lemas sekali meski hati ini penuh dengan semangat. Mungkin karena aku belum makan siang. Ahirnya angkot itu datang, setelah beberapa menit perjalanan, aku sampai diperempatan dekat kompleks. Aku tidak sabar sampai rumah untuk makan siang dan memberikan kado itu pada ibu. Baru juga membayar angkot dan turun dari angkot, sambil berjalan aku seperti mendengar sesuatu.
“Kebakaraaaaaaaaan!!! Kebakaraaaaaaaan!!! Kebakaraaaaaaaaaan!!! Kebakaraaaaaaaaan!!!”
***
<<End Flash>>
Aku masih menangis menunggu dokter keluar dari ruang UGD. Tak berapa lama kemudian, dokter keluar. Aku langsung menghampirinya. 

“Dokter,bagaimana dengan ibu saya dokter? Ibu saya tidak kenapa-kenapa kan? “ Aku bertanya pada dokter dengan amat sangat panik.
“Tenang, ibu kamu masih dalam penanganan kami, beliau mengalami luka bakar hanya sebagian ditubuhnya. Tapi...” kata dokter yang menggantung
“Tapi apa dokter???” Aku menyela
“Sepertinya ibu kamu terlalu lama terjebak dalam kobaran api dan asap. Paru-parunya ada masalah, ia sulit bernafas tadi. Kami sedang memeriksanya lebih lanjut. Kami sudah memasang alat bantu bernafas, namun beliau masih tidak sadarkan diri. Kita tunggu saja nanti. Semoga tidak terjadi apa-apa” dokter menjelaskan.
“Boleh saya menjenguknya dok?” tanyaku dengan mata masih meneteskan air mata.
“Silahkan, tapi saya harap kalian menjenguknya secara bergantian, 2 orang saja secara bergantian. Saya tinggal dulu”  kata dokter sambil berlalu.
“Baik dokter” aku menjawabnya
“Dion, kamu temani angga masuk, nanti yang lain bergantian melihat ibu fatma” Kata om idrus pada kak dion.
“Baik pah, ayo angga...” jawab kak dion sambil memapahku yang masih lemas memasuki ruangan.
Aku hanya diam berdiri diam melihat ibu terbaring ditempat tidur dengan beberapa perban dan selang oxigen dihidungnya.
“Sabar ya ngga” Kak dion berkata memecah keheningan sambil memelukku.
“Aku tidak tahu bagaimana lagi nanti,kalau tejadi sesuatu sama ibu kak” aku menjawab masih dengan isak tangis yang aku tahan.
“Semuanya akan baik-baik saja ngga, kak dion akan selalu ada disampingmu. Kakak akan selalu menjagamu. Kamu gak akan pernah merasa kesepian atau sendirian” Kak dion menghiburku sambil mempererat pelukannya. Kemudian ia mencium keningku.
Aku tidak tahu, tapi yang pasti aku merasa nyaman dengan sikap dan perkataan kak dion tadi. Setidaknya aku merasa agak tenang.
“Makasih kak” aku menjawab sambil memeluknya.

Bersambung...

0 coment�rios: