###
“Gimana dengan
kelas kamu ga? Temen barumu asik-asik gak?” Tanya arin sewaktu dimobil pulang
sekolah.
“Belum banyak
yang kenal rin, baru juga beberapa. Sekelas sama rianti nih, tadi sempet
ngobrol juga. Oya, dapet temen sebangku yang lumayan asik juga diajak ngobrol.
Tadinya sih agak aneh. Soalnya jutek, tapi lama-lama asik kuq. Gimana dengan
kalian?” tanyaku balik.
“Aku sebangku
sama Ferlita ga, itu yang dulu anak kelas XI-C yang jago tari!” Jawab arin.
“Berarti nanti
kamu bisa belajar tari sama dia rin, biar jadi cewek tulen!hahaha” Sambung risky
“Kampret lu
nyet! Belum pernah ngrasain tonjokan mautku yak!” Ancam arin.
“Hahaha gimana
dengan mu ky?” tanyaku pada risky.
“Nyebelin! Aku
sebangku sama anak aneh! Uda cerewet, suka cengengesan gak jelas lagi. Tadi dia
tiba-tiba duduk dibangku ku aja gitu, padahal tadinya aku duduk sendiri
dibelakang.” Jawab risky
“Hahaha uda
waktunya kamu buat bergaul dan ramah ke orang lain ky, biar gak dikira autis
lagi! hehe”
“Tau ah...”
###
Sang bintang...
Seiring waktu,
ahirnya kami mulai beradaptasi dengan kelas baru masing-masing. Mengenal
teman-teman baru satu persatu, yang mempunyai banyak karakter dan sifat. Tentu
saja dengan jumlah anak satu kelas, aku tidak bisa mengenalkan karakter mereka satu-satu.
Tapi, ada beberapa anak yang perlu aku garis bawahi dikelas ini.
Rianti Amanda
satu-satunya teman dari SMP asal yang sama denganku yang aku kenal karena
pernah satu kelompok ketika lomba karya ilmiah.
Ramadhian
Aldyansyah teman sebangku yang karakternya susah ditebak.
Revando Arnoldi
sang bintang sekolah! Karena semua anak satu kelas, bahkan satu sekolah mulai
dari kepala sekolah, guru, kakak kelas, satpam sekolah, semua mengenalnya.
Vando, itu nama panggilannya! Siapa yang tidak mengenalnya? Menurutku, gelar
bintang sekolah kurang pantas ia sandang, lebih pantas sipembuat onar. Tak bisa
dipungkiri memang, selain dia punya fisik dan tampang yang membuat cewek-cewek
berteriak histeris, dia juga cukup keren dan tajir. Tak jarang ia jadi bahan pembicaraan
anak-anak cewek. Tapi menurutku, dia gak sekeren itu, apalagi kalau ingat
dengan polah tingkahnya! Masih jelas dalam ingatanku bagaimana dia ngotot gak
mau mengikuti perintah kakak kelas waktu MOS yang berahir dengan perkelahian
dan disidang kepala sekolah, bolos kekantin waktu ada upacara dan pengarahan
dari kepala sekolah atau memilih nongkrong diwarung depan sekolah gak jadi
masuk waktu terlambat dan gak dibolehin masuk sama pak satpam! Itu anak, emang
gak niat sekolah aku rasa. Karakternya pas banget sama namanya! Arnoldi!
Mungkin diambil dari nama bunga rafflesia arnoldi yang besar, langka, tapi gak
enak baunya. Seperti Vando yang besar karena cukup dikenal tampan, keren,
tajir! Tapi kelakuan gak jauh beda sama bau bunga itu.
Tiga ajudan
Vando! Dono, Bono, dan Jono. Kemanapun Vando pergi, 3 anak itu pasti ngintilin.
Mereka berempat duduk dibangku belakang layaknya satu kelompok mafia dalam
kelas. Kamu fikir nama asli mereka Dono, Bono, dan Jono? Tentu saja bukan!
Mereka bukan 3 saudara kembar. Itu nama dikasih sama sibos mafia, Vando! dan
semua teman yang lain ikut memanggil mereka dengan sebutan itu. Anehnya mereka
bertiga seneng-seneng aja dikasih nama itu, padahal nama asli mereka lebih
bagus.
Cinta...?
Hari ini jam
pertama adalah jam pelajaran bu Rina, Wali kelas skaligus guru favorite kami,
karena selain cantik, beliau sangat ramah waktu mengajar.
“Jadi, anak-anak
dalam usia-usia kalian ini, sedang giat-giatnya bersosialisasi. Apalagi dengan
lawan jenis, maunya bersosialisasi mulu ya!” Jelas ibu rina didepan kelas yang
disambung dengan gelak tawa teman sekelas.
“Nah, sering
kalian dengar, atau bahkan kalian ucapkan sebuah kata dalam sebuah hubungan.
Yaitu kata Cinta. Nah, sebenarnya apa sih makna kata cinta itu?” sambung bu
rina yang dijawab dengn urakan teman-teman sekelas.
“Vando! Apa
makna kata cinta buat kamu?” Tanya ibu rina, yang membuat kelas tiba-tiba
hening.
“Ayo vando?
kasih jawaban kamu!” Jelas bu rina lagi.
“Cinta itu...
semu! Seperti langit senja, yang indah dan berwarna, tapi Cuma bisa dinikmati
sesaat, karna akan berganti menjadi gelap!” jawab vando yang membuat
teman-teman sekelas sibuk berbisik-bisik menanggapi jawabannya.
Jadi itu makna
cinta bagi seorang vando? batiku.
“Baik, itu
menurut Vando. Bagaimana dengan rianti?”
“Cinta itu
seperti bunga bu, indah, wangi dan penuh warna!” jawab rianti dengan cepat.
“Angga,
bagaimana denganmu?”
“Emm cinta itu,
emm nyaman! Cinta itu nyaman bu, itu saja.” Jawabku singkat karena bingung
harus menjawab apa, karena ketika bu rina menanyakannya yang terlintas dalam
fikiranku Cuma kak dion. Entah, kenapa bisa begitu.
“Kalau aldy?”
“Emm apa ya bu?
Menurutku cinta itu universal, tak harus tertuju pada sosok lawan jenis, tapi
juga bisa sesama jenis, bisa sahabat, barang, negara, atau apapun bu, buktinya
aku cinta banget sama koleksi komik ku bu!” Jawab aldy yang mengundang gelak
tawa teman satu kelas.
“Baik, itu tadi
4 contoh makna cinta dari teman kalian. Tidak ada yang salah memang, tergantung
bagaimana kalian memandang makna cinta itu sendiri. Cinta itu universal seperti
kata aldy, yang tak hanya tertuju untuk lawan jenis, atau pacar kalian saja.
Cinta itu juga indah dan nyaman seperti yang dibilang rianti dan angga. Atau
bisa juga semu, seperti yang dibilang Vando” Jelas bu rina.
“Nah, ibu akan menjelaskan
makna cinta dalam bermasyarakat dan bernegara itu seperti apa!” Sambung bu
rina.
Sepanjang
pelajaran, aku justru kepikiran dengan jawaban dari aldy tadi, bahwa cinta itu
tak harus tertuju pada lawan jenis. Apa rasaku pada kak dion ini juga sebuah
cinta? Apalagi, tadi waktu menjawab apa makna cinta, yang ada dalam pikiranku
adalah kak dion. Entahlah!
Hutang budi...
Jam pelajaran
berganti, sekarang adalah jam pelajaran kimia, dan bu fitri menyuruh kami
langsung menuju ke lab yang berada digedung sebelah karena ada praktek. Ketika
menuju lab, terlihat beberapa tukang sedang mengecat ulang tembok yang ada
diatas pintu ruang lab. Aku berjalan dengan aldy dibelakang vando. Ketika mau
masuk ruang lab tiba-tiba salah satu tukang tak sengaja menjatuhkan ember cat
nya, dan spontan aku menarik tangan vando yang berada tepat dibawahnya.
“Brukkkkk” bunyi
ember yang jatuh.
“Maaf mas, maaf.
Gak sengaja, gak papa kan?” Teriak pak tukang yang berdiri diatas dengan
tangga.
“Kalau kerja
yang bener pak! Mau aku tuntut kalau ada apap-apa denganku!” Omel vando pada
pak tukang.
Setelah itu
vando langsung ngloyor masuk lab tanpa bilang terimakasih padaku. Dasar orang
gak tau rasa terimakasih! Gumamku. Praktek kimia selesai, dan waktunya
istirahat. Aku sama aldy langsung menuju kantin. Tak seperti biasanya, risky
sama arin gak kelihatan. Mungkin mereka sedang asik dengan teman-teman barunya.
“Ahirnya
kenyang... tadi aku belum sarapan ga! Hehe” kata aldy sambil mengelus perutnya
setelah makanan abis dilahapnya.
“Pantesan rakus!
Hahaha oya, kali ini aku yang bayarin yak! Kemarin kan kamu dah bayarin aku!”
“Boleh... tau
gitu aku nambah tadi! Hahaha”
“Wew, Segitu
belum cukup? Emang Dasar rakus! Huhuuu bentar ya, aku bayar dulu” jawabku
sambil berlalu untuk membayar makananku sama aldy.
“Mana sih
dompetku? Loh, kuq gak ada? Duitku kan didompet semua. Apa ketinggalan di tas
ya? Atau ketinggalan dirumah? Duh, Udah janji mo ngebayarin lagi. Gimana nih!”
gumamku waktu mau membayar.
“Ini mbak, buat bayar makananku dan
teman-temanku sekalian sama makanan anak ini dan temannya. Kembaliannya ambil
saja!” Suara yang tiba-tiba terdengar dari sampingku! Suara vando, sambil
mengulurkan beberapa lembar uang kepenjaga kantin.
“Vando?” kataku
pelan sedikit terkejut.
“Kita impas, aku
gak punya hutang budi lagi sama kamu!” katanya sambil berlalu bersama 3
ajudannya.
Apa? hutang
budi? Maksudnya apa tentang kejadian didepan lab tadi? Bodoh, aku lebih suka
kamu mengucapkan kata terimakasih saja daripada kamu anggap dengan hutang budi.
Batinku. Selama bersekolah di SMA ini, baru tadi vando mengajakku berbicara. Ya
walaupun dia tidak menyebut namaku sama sekali. Coba kamu bisa sedikit saja
lebih ramah, pasti jauh lebih keren vando! Duuuh, apa sih!
###
Jalan kemall....
“Loh, kak dion
udah dirumah? Tumben...” Gumamku ketika melihat motor kak dion sudah terparkir
digarasi rumah sewaktu pulang sekolah. Aku bergegas masuk rumah dan langsung
menuju kamar kak dion.
“Kak, kak dion
udah pulang?” Teriakku didepan pintu kamar kak dion.
“Udah ga, ada
jam kuliah kosong... kenapa?” jawab kak dion sambil keluar kamar.
“Gak papa, Cuma
gak biasanya aja. Kirain kak dion sakit” Jawabku.
Selama kak dion
kuliah, intensitasnya dirumah semakin berkurang. Mungkin karena masih awal
kuliah, banyak mata kuliah yang harus ditempuh, dan banyak tugas juga. Kerena
kadang kak dion pulang malam karena harus menyelesaikan tugasnya dirumah
temannya.
“Jalan yuk ga,
udah lama gak jalan bareng, kamu pasti kangen kan sama kak dion!”
“Yee, sapa juga
yang kangen! GR!”
“Jadi gak mau
nih, yaudah kak dion mau ketempat temen aja!”
“Emang aku
bilang gak mau?”
“Hahaha sok jual
mahal! Udah, sana buruan mandi! Bau asem tau!”
“Emang jeruk,
asem! Huhuuu yauda, aku mandi dulu kak!”
Aku diajak kak
dion jalan kemall, beli beberapa barang dan nonton film dibioskop. Kak dion
emang selalu tau, tiap aku ngrasa kangen pasti diajak jalan. Apa dia juga
ngerasa hal yang sama ya? Hemmm. Setelah nonton, kami lanjut cari makan di food
court. Aku sedang menunggu kak dion yang sedang memesan makanan, sambil duduk
dan melihat lihat pengunjung lain.
Pandanganku
berhenti pada sosok yang sedang duduk sendiri dimeja ke 3 dari mejaku. Sosok
yang sepertinya sudah aku kenal. Tapi, aku sedikit tidak yakin. Aku perhatikan
lagi dengan seksama, sangat beda sekali penampilannya. Penampilannya lebih
keren, celana jeans dipadu kaos putih bergambar Deftones, rambut dibikin jabrik
pakai gel, dan tanpa kacamata. Sangat tidak seperti biasanya! Tapi aku semakin
yakin, sepertinya itu...
“Aldy?”
Bersambung...
0 coment�rios: